Beranda | Artikel
Ahlul Kitab
Minggu, 22 Desember 2013

Di dalam Al Qur’an kita sering menemukan penyebutan kata-kata ‘Ahlul Kitab’. Berpuluh-puluh ayat bertutur mengenai ahlul kitab, siapakah mereka? Berimankah mereka? Apa karakteristik mereka? Lalu mengapa Alquran banyak berbicara mengenai mereka? Dalam tulisan singkat ini kita mencoba bersama-sama mengurai benang merah dan mencari titik terang agar menjadi jelas wawasan tersebut bagi kita semua, dan memberi manfaat untuk akidah dan muamalah kita.

Daftar Isi sembunyikan

Siapakah Ahlul Kitab?

Ahlul kitab dalam Al Qur’an adalah kaum Yahudi dan Nasrani, karena kitab suci telah diturunkan kepada mereka dalam wujud kitab sebuah kitab suci, mereka pada dasarnya adalah umat yang membaca dan menulis. Berbeda dengan umat Islam yang merupakan umat penghafal pada asalnya. Itulah salah satunya hikmah Alquran diturunkan secara bertahap melalui lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Penyebutan ahlul kitab yang bermakna kaum Yahudi dan Nasrani juga berlaku secara umum, tanpa ada pengkhususuan kelompok tertentu dari mereka. Berangkat dari sini, dapatlah dipahami bahwa siapa pun yang mengaku sebagai Yahudi ataupun Nasrani, maka dia adalah ahlul kitab apa pun paham teologinya.

Jadi, di sana ada mereka yang berkeyakinan mempersekutukan Allah, ada pula yang tidak, namun mereka tetaplah bukan umat Islam.

Konteks Penyebutan Ahlul Kitab Dalam Al Qur’an

Penyebutan ahlul kitab dalam Al Qur’an selalu memiliki konotasi celaan ataupun hardikan dari Allah Ta’ala kepada mereka. Sehingga sematan tersebut tidak sama sekali mengandung pujian kepada mereka.

{قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ هَلْ تَنقِمُونَ مِنَّا إِلاَّ أَنْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلُ وَأَنَّ أَكْثَرَكُمْ فَاسِقُونَ}

Artinya: “Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik?” (QS. Al Maidah: 59)

{يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَلْبِسُونَ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُونَ الْحَقَّوَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ }

Artinya: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur-adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya?” (QS. Al Imron: 71)

{قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَصُدُّونَعَن سَبِيلِ اللّهِ مَنْ آمَنَ تَبْغُونَهَا عِوَجاً وَأَنتُمْ شُهَدَاء وَمَا اللّهُبِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ }

Artinya: “Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi orang-orang yang telah beriman dari jalan Allah, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan?” Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Imron: 99)

{قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُونَبِآيَاتِ اللّهِ وَاللّهُ شَهِيدٌ عَلَى مَا تَعْمَلُونَ }

Artinya: “Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha menyaksikan apa yang kamu kerjakan?” (QS. Al Imron: 98)

Hukum Ahlul Kitab

Sebagaimana yang telah tersebut di atas, bahwa ahlul kitab bukanlah kaum muslimin. Hal ini merupakan perkara konsensus yang disepakati dalam agama Islam, tidak dapat diingkari oleh seorang pun yang memeluk Islam. Untuk mempertegas hal ini baiklah kiranya kita mengemukakan alasan-alasan berikut ini:

1. Al Qur’an dan As Sunnah telah menghukumi mereka sebagai kaum kafir.

{يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللّهِ وَأَنتُمْ تَشْهَدُونَ }

Artinya: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu kafir kepada ayat-ayat Allah, padahal kamu mengetahui (kebenarannya).” (QS. Al Imran: 70)

((والذي نفس محمد بيده لا يسمع بي أحدمن هذه الأمة يهودي ولانصراني ثم يموت ولم يؤمن بما أرسلت به إلا كان من أصحاب النار))رواه مسلم

Artinya: “Demi dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Tiada seorang pun dari umat ini yang mendengar seruanku, baik Yahudi maupun Nasrani, tetapi ia tidak beriman kepada seruan yang aku sampaikan, kemudian ia mati, pasti ia termasuk penghuni neraka” (HR. Muslim)

2. Kesepakatan kaum muslim yang telah berlaku: ijmak ataupun konsensus, bahwa ahlul kitab adalah kafir

Imam Ibnu Hazm berkata, “Mereka bersepakat bahwasanya Allah ‘Azza wa Jalla adalah satu-satunya tiada sekutu bagi-Nya, dan Islam adalah agama yang tiada di muka bumi agama (yang sah) selainnya, ia merupakan pengganti atas seluruh agama sebelumnya, tiada satu agama pun yang datang setelahnya untuk menggantikannya. Dan barang siapa yang telah sampai padanya hal ini lantas menyelisihi maka ia adalah orang yang kafir, kekal di neraka selamanya.” (Maratibul Ijma’: 172-173)

Imam Ibnu Taimiyyah berkata, ”Barang siapa beranggapan bahwa kunjungan golongan dzimmi (penganut agama non-Islam) ke gereja-gerejanya adalah suatu ibadah kepada Allah, maka ia telah murtad” (Al Iqna’: 4/298).

Berkata Imam Al Hijjawi, ”Orang yang tidak mengkafirkan seseorang yang beragama selain Islam seperti Nasrani atau meragukan kekafiran mereka atau menganggap mazhab mereka benar, maka ia adalah orang kafir.” (Al Iqna’: 4/298).

3. Unsur kekufuran terbesar adalah mempersekutukan Allah dalam akidah mereka

Kaum Nasrani mempercayai konsep teologi trinitas, sedangkan kaum Yahudi juga mempercayai Uzair sebagai anak Allah.

{لقدكفر الذين قالوا إن الله هو المسيح ابن مريم وقال المسيح يا بني إسرائيل اعبدوا اللهربي وربكم إنه من يشرك بالله فقد حرم الله عليه الجن ومأواه النار وما للظالمين منأنصار. لقد كفر الذين قالوا إن الله ثالـث ثلاثة وما من إله إلا إله واحد وإن لم ينتهواعما يقولون ليمسن الذين كفروا منهم عذاب أليم}

Artinya: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam’, padahal Al Masih (sendiri )berkata, ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.’ Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, ‘Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih” (QS. Al Maidah: 72-73).

{وقالتاليهود عزير ابن الله وقالت النصارى المسيح ابن الله ذلك قولهم بأفواههم يضاهئون قولالذين كفروا من قبل قاتلهم الله أنى يؤفكون}

Artinya: “Orang-orang Yahudi berkata, “Uzair itu putra Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putra Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS. At Taubah : 30).

4. Mereka juga mempersekutukan Allah dalam menentukan aturan agama dan syariat serta mencap stempel halal-haram, semata-mata tanpa dalil.

Mereka mengikuti dan menjadikan para pendeta dan para rahib sebagai Tuhan mereka yang berhak melegalkan hukum apa saja ataupun mengubah aturan apa saja, meskipun itu menyangkut seseorangberada di surga ataukah neraka.

{اتخذواأحبارهم ورهبانهم أربابا من دون الله والمسيح ابن مريم وما أمـروا إلا ليعبدوا إلهاواحدا لا إله إلا هو سبحانه وتعالى عما يشركون}

Artinya: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak adaTuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan” (At Taubah : 31)

5. Kekufuran yang lain, tidak memercayai agama Islam sebagai agama Allah yang sah, berikut kitab suci Al Qur’an dan kerasulan Nabi Muhammad.

6. Tidak mengakui agama Islam sebagai satu-satunya paham keagamaan universal yang telah menghapus segenap paham keagamaan lainnya, termasuk Yahudi dan Nasrani.

{قليا أيها الناس إني رسول الله إليكم جميعا}

Artinya: “Katakanlah, ‘Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua” (QS. Al Imran: 70)

((والذينفس محمد بيده لا يسمع بي أحد من هذه الأمة يهودي ولانصراني ثم يموت ولم يؤمن بما أرسلتبه إلا كان من أصحاب النار)) رواه مسلم

Artinya: “Demi dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Tiada seorang pun dari umat ini yang mendengar seruanku, baik Yahudi maupun Nasrani, tetapi ia tidak beriman kepada seruan yang aku sampaikan, kemudian ia mati, pasti ia termasuk penghuni neraka” (HR. Muslim).

7. Ahlul kitab secara terang-terangan mengatakan bahwa mereka adalah kaum Yahudi atau juga Nasrani,mereka sama sekali tidaklah mengatakan bahwa mereka muslim.

Jika mereka saja mengakuinya maka kenapa masih ada seorang yang mengaku muslim berusaha menyelisihi hal ini!?

8. Selain itu, jika kita coba beranggapan bahwa ajaran Nabi Musa ataupun Nabi Isa tetap berlaku, meskipun sebenarnya tidaklah demikian.

Maka kita dapatkan bahwa mereka juga telah kufur terhadap apa yang terdapat dalam kitab suci mereka. Sebab, semua ajaran para Nabi itu mengajarkan keesaan Allah secara mutlak tanpa ada sedikit pun unsur sekutu.

Kekhususan Ahlul Kitab

Penyebutan kaum Yahudi dan Nasrani sebagai ahlul kitab dalam ajaran Islam memiliki beberapa konsekuensi tertentu, yang memberikan perbedaan dan kekhususan tertentu bagi mereka dibanding kaum kafir lainnya. Semua itu berangkat dari kesamaan pedoman awal dalam beragama, yang lebih dikenal sebagai agama samawi yaitu agama yang sumber asalnya adalah wahyu yang diturunkan oleh Allah dari langit. Adapun istilah agama Ibrahimiyah atau agama anak keturunan Nabi Ibrahim banyak digunakan untuk mengelabui tentang agama yang benar. Meskipun kita meyakini dengan pasti bahwa kedua ajaran agama tersebut telah melenceng jauh dari garis pedoman terdahulunya, cukuplah sebagai bukti bahwa ajaran Nabi Musa dan Nabi Isa diturunkan hanya untuk kaum Israel saja, juga pertanda dalam kitab mereka akan kedatangan Nabi Muhammad yang memberi konsekuensi bagi mereka untuk mengikutinya. Ini semua tersebut dalam literatur wahyu keislaman, sedangkan dalam literatur mereka sudah barang tentu dihapus secara massal dan terencana, meski masih terdapat beberapa isyarat yang terserak di sana-sini. Di antara kekhususan tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Adanya ketentuan jizyah bagi mereka berdasarkan konsensus para ulama.

Yaitu bilamana mereka menolak untuk masuk Islam, maka diperbolehkan bagi mereka untuk tetap memeluk agamanya dan berada di bawah naungan sebuah pemerintahan Islam, dengan tetap memperhatikan aturan-aturan yang telah diberlakukan oleh pemerintah serta membayar jizyah dalam kadar dan ketentuan tertentu sebagai jaminan. Dan hal ini berlaku bagi mereka secara konsensus, adapun di luar mereka maka mayoritas ulama tidak menganggapnya berlaku, kecuali menyangkut kaum Majusi penyembah api.

{قاتلوا الذين لا يؤمنون بالله ولا باليوم الآخرولا يحرمون ما حرم الله ورسوله ولايدينون دين الحق من الذين أوتوا الكتاب حتىيعطوا الجزية عن يد وهم صاغرون}

Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk” (QS. Al Maidah: 5)

2. Boleh bagi seorang muslim menikahi wanita ahlul kitab yang baik, jika memang ia mampu membentengi keimananannya.

{والمحصنات من المؤمنات والمحصنات من الذينأوتوا الكتاب من قبلكم إذا آتيتموهن أجورهن محصنين غير مسافحين ولا متخذي أخدان}

Artinya: “(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik” (QS. Al Maidah: 5)

3. Halalnya sembelihan ahlul kitab bagi kaum muslimin meski tidak disembelih dengan nama Allah

Selama memang hewan tersebut halal. Adapun sembelihan kaum kafir lainnya maka bagi kaum muslimin tetap dihukumi sebagai bangkai yang tidak disembelih sesuai syariat.

{وَطَعَامُالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ}

Artinya: “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka” (QS. Al Maidah:5)

Di luar apa yang telah disebutkan di atas, maka seluruh hukum yang berkenaan dengan mereka dalam Islam sama persis dengan hukum yang berkenaan dengan kaum kafir lainnya. Seperti tidak diperbolehkan seorang muslim berpindah agama ke agama lain, dan bila tejadi maka pelakunya dihukumi sebagai murtad dan berhak diperlakukan dengan hukuman yang disyariatkan terhadap orang yang murtad.

Menjawab Propaganda dan Syubhat

Syubhat 1: terdapat ayat-ayat dalam Alquran yang memberikan pujian kepada ahlul kitab bahkan menyatakan bahwa mereka juga ada yang beriman.

Syubhat 2: terdapat ayat yang menyebutkan bahwa ahlul kitab bukanlah termasuk orang musyrik, seperti misalnya: ﴿لم يكن الذين كفروامن أهل الكتـاب والمشركين﴾ maka kata (من) di sini bermakna sebagian (tab’idh), sehingga orang kafir itu sebenarnya ada yang kafir musyrik, dan adapula yang sebenarnya tidak musyrik sehingga bisa disandingkan dengan kaum muslim.

Jawaban:

  1. Seluruh ayat-ayat tersebut jika ditilik kembali, maka konteksnya selalu bermuara pada dua hal.
    Pertama: mereka adalah orang yang beriman pada ajaran asli nabi mereka sebelum datangnya risalah Nabi Muhammad.
    Kedua: atau mereka yang kemudian beriman kepada risalah Nabi Muhammad setelah kedatangannya.
    Sebagai contoh dua ayat ini dapatlah diketengahkan:

    {وَإِنَّمِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَمَاأُنْزِلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّهِ لا يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَناً قَلِيلاًأُوْلَئِكَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ}

    Artinya: “Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya” (QS.Al Imron: 199)

    {الَّذِينَ آتَيْنَاهُمْ الْكِتَابَ مِنْقَبْلِهِ هُمْ بِهِ يُؤْمِنُونَ. وَإِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ قَالُوا آمَنَّا بِهِإِنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلِهِ مُسْلِمِينَ}

    Artinya: “Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka AlKitab sebelum Al Quran, mereka beriman (pula) dengan Al Quran itu. Dan apabila dibacakan (Al Quran itu) kepada mereka, mereka berkata: ‘Kami beriman kepadanya, sesungguhnya Al Quran itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan(nya).” (QS. Al Qashash: 52-53)

  2. Adapun ayat yang mengesankan seolah-olah ada kafir tapi tidak musyrik, maka bisa dijawab sebagai berikut. Pertama: bahwa kata (من) di situ bukan bermakna sebagian melainkan bermakna yaitu (bayan), maksudnya orang-orang kafir berupa ahlul kitab dan kaum musyrik.
    Kedua: bahwa ayat itu jelas menyebut mereka sebagai kafir yang berarti bukan Islam.
    Ketiga: pada surat yang sama Allah menyebutkan tempat kembali mereka, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk” (QS. Al Bayyinah: 6).
    Keempat: Allah juga dengan tegas mengatakan bahwa mereka berbuat syirik sebagaimana dalam ayat yang telah disebut di atas, “Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (AtTaubah : 31)

Kepada Kaum Yahudi dan Nasrani

Dalam ajaran Yahudi dan Nasrani saat ini, mereka sama sekali tidak memiliki satu pun argumentasi yang bersumber dari literatur ahlul kitab. Karena status literatur-literatur tersebut sama sekali tidak otentik dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, hal ini dapat diperjelas sebagai berikut:

  1. Tidak adanya manuskrip yang tepercaya, ataupun bisa dipastikan kebenarannya sebagai catatan asli.
  2. Perbedaan-perbedaan yang sangat banyak, fatal dan kontradiktif antar teks-teks literatur tersebut.
  3. Tidak terdapat kesepakatan ataupun konsensus yang menjustifikasi keaslian literatur terebut. Hal inilah yang dalam Islam disebut sebagai ijma.
  4. Buramnya urut-urutan sejarah perjalanan literatur tersebut dari sejak ia diwahyukan hingga zaman ini. Hal ini menyebabkan seluruh langkah crosscheck menyeluruh menjadi mustahil.
  5. Rentang waktu antara penulisan pertama dan waktu disampaikannya wahyu sangat jauh, dan tidak dapat dikonfirmasi.
  6. Tidak terdapat sama sekali sistem sanad yang hanya menjadi satu-satunya keistimewaan agama Islam. Yaitu rantai periwayatan dari sang pembawa wahyu hingga zaman ini. Terlebih seluruh mata rantai tersebut dapat dicek kredibilitasnya masing-masing, sehingga ajaran agama terjaga dari kemungkinan salah tafsir, salah riwayat, ataupun penyusupan ajaran-ajaran tertentu.

Semua hal di atas bukan hanya klaim sepihak belaka, namun juga diakui oleh orang-orang dalam tubuh Ahlul Kitab sendiri. Sehingga sama sekali tidak dapat dijadikan sandaran dalam berargumentasi apalagi dalam berkeyakinan yang menyangkut keselamatan dunia dan akhirat.

Sebagai penutup, kitab suci Al Qur’an telah menyeru ahlul kitab untuk kembali menuju jalan yang benar, mengikuti apa yang disampaikan oleh Nabi Musa ataupun Nabi Isa; berupa tauhid alias keesaan Allah dan kewajiban mengikuti syariat seorang nabi penutup para Nabi yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman,

{قل ياأهل الكتاب تعالوا إلى كلمة سواء بيننا وبينكم ألا نعبد اللهإلا وحده ولا نشرك به شيئا ولا يتخذ بعضنا بعضا أربابا من دون الله}

Artinya: “Katakanlah, ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.’ Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)” (QS. Al Imron: 64)

Referensi

  • Alquran Alkarim
  • Majmu’ Fatawawa Rasail, Syeikh Al-Utsaimin. Dar Alwathan & Dar Atsuroya, cet: terakhir 1413H.(soal-jawab ke-386)
  • Marotibul Ijma’, Imam Ibnu Hazm. Darul Kutub Al Ilmiyyah, Beirut.
  • Al Iqna’, Imam Al Hijjawi. Darul Ma’rifah, Beirut.
  • Man hum ahlulkitab? Silsilah Nur ‘Ala Darb, Syeikh Bin Baz.http://www.binbaz.org.sa/mat/10557
  • Hal yuthlaqu ‘alaahlil kitab shifatul kufr? DR. Abdullah Al Ahdal.http://www.saaid.net/Doat/ahdal/122.htm
  • Hal hunaka farqbayna ahlil kitab wal musyrikin? Syeikh Abdurrahman bin Nashir Al Barrak. http://ar.islamway.net/fatwa/35185

—-

Penulis: Muhammad Izzi bin Masmuin As-Samaronjy
Murajaah: Ust. Sanusin Muhammad Yusuf, Lc, M.A
Artikel Muslim.Or.Id


Artikel asli: https://muslim.or.id/19330-ahlul-kitab.html